Blogger Widgets

Minggu, 25 November 2012

Finally, Tulisan Pertama

PAHLAWANKU PASTI PULANG


AKU Aisyah. Malam ini seperti biasa, selepas salat isya aku selalu menuju teras rumah. Menghabiskan malam di sana, sudah tradisiku.  Sama sekali tak pernah peduli dengan terpaan angin yang kadang-kadang langsung membuatku bersin tanpa permisi dan tanpa henti. 

Aku suka tempat ini. Aku suka sepi. Aku suka ketika hanya aku sendiri dan tak ada yang menggangguku. Ketika aku sudah keadaan nyaman di tempatku ini maka tak ada seorang pun yang berani mengganggu kediamanku di sini. 

Ah, tidak. Ada Bapak yang selalu mengingatkanku untuk masuk jika malam sudah larut. Namun, sekarang hal itu sudah tak berlaku lagi.

Butiran hangat seketika mengalir di pipiku. Aku rindu sosok itu. Ini sudah bulan kedua Bapak tak kunjung pulang. Bapakku bukan seperti Bang Toyib yang tak pulang-pulang. Tapi sekarang aku tak kunjung pula menemukan alasan mengapa Bapak tak juga pulang. Akan tetapi aku tahu, sekarang Bapak masih berjuang untuk pulang, pulang ke hati Aisyah.

"Ah, sudah larut, ini sudah jam dua belas malam, besok aku sekolah,” bisikku dalam hati. Segera kulangkahkan kaki menuju kamarku yang sudah seminggu ini tak pernah kubersihkan sama sekali. Baju bersih, baju kotor seperti bercampur jadi satu dan susah kubedakan lagi. Begitupun dengan boneka, tas, sepatu berserakan di mana-mana. Namun, aku tak peduli jika kantuk luar biasa melanda seperti ini. Aku tak pernah pilih-pilih di mana mau tidur. Jika memang kepalaku sudah mendarat dengan baik di bantal yang empuk, maka tidak ada alasan aku segera terlelap.

Yaa, pagi ini, aku harus menuju sekolah lebih pagi dari biasanya. Semalam aku lupa mengerjakan PR Kimia hari ini. Aku bergegas menuju sekolah, berjalan dengan langkah yang dipercepat. Aku sudah sampai di pagar sekolah. 

Ah, pasti masih sepi. Aku harus cari contekan ke mana? Tuturku dalam hati dengan nada penuh harap agar Masyitha, teman sebangkuku sudah sampai di sekolah dengan PR Kimia lengkap dan rapi dan siap untuk disalin.

Wah, dan ternyata GREAT! Tuhan memang Maha Segalanya. Masyitha sudah datang dan duduk dengan kalem di bangku. Segera kusambangi dia. 

"Tha, Kimiamu udah selesai dong, yah?" Kataku masih dengan napas terengah-engah. "Iya, astagaaa, Aisyah toh, punyamu pasti belum, ahhh. Kebiasaan kamu ini, cepetan dikerjainnya," katanya dengan alis yang naik karena melihat kelakuanku yang lagi-lagi membuat darahnya mendidih. 

"Hahaha, iyyaa, makanya pinjam PR-mu, dong, nanti aku balap deh nyalinnya,” kataku lagi dengan sigap dan nada meyakinkan. Masyitha segera membuka tasnya dan mengeluarkan buku Kimianya. Tanpa pikir panjang, aku segera menyalin rentetan rumus Kimia itu. Dan, lagi-lagi GREAT, bel masuk yang berbunyi pas dengan selesainya salinan PR yang dibuat dengan kesungguhan ini.

Yaah.., kehidupan sekolah selesai dan tamat untuk edisi hari ini. Segera kupercepat langkahku menuju  angkutan umum yang sudah penuh sesak dan bau aneh-aneh. Hari ini lagi-lagi aku harus menuju suatu tempat yang sungguh aku amat sangat tak menyukainya, gedung yang segalanya berwarna putih, bau karbol dan selimut loreng-lorengnya.

"Eh, Aisyah sudah datang, kamu sudah makan siang, Nak?” kata seorang wanita paruh baya yang selalu kupanggil dengan sebutan "Ibu."

“Ah.., iyaa, Bu, tadi Aisyah makan di kantin sama Masyitha,” tukasku dengan mengarang cerita.

"Oh, iya, kalau begitu kamu gantikan ibu jaga Bapak, yah. Ibu mau ke luar dulu,” kata wanita berkerudung merah itu. Wanita perkasa yang sungguh tak mampu kuinterpretasikan dengan kata-kata akan ketabahannya sebagai seorang istri sekaligus ibu bagi anaknya. Sejak Bapak terbaring lemah dan tak pernah pulang, dia yang menjadi tulang punggung keluargaku.

Mataku terarah pada sosok yang terbaring lemah di hadapanku. 

"Aku tahu, sekarang Bapak sedang berjuang untuk pulang ke rumah.” Kataku dalam hati diiringi tangis yang tak mampu terbendung lagi. Ibu ternyata sudah sedari tadi masuk ke kamar rawat inap dan ikut terisak di belakangku.

Aku teringat kata-kata Bapak beberapa bulan yang lalu saat menemaniku duduk merenungi di teras rumah. “Aisyah, kata orang-orang, muka kita mirip, yah, coba deh kalau Aisyah liat di cermin pasti yang kelihatan itu mukanya Bapak.” Tuturnya diiringi senyumnya yang amat meneduhkan. 

Sejak saat itu, aku mulai sering bersua dengan cermin, walaupun sebenarnya aku tak suka dengan cermin, aku tak suka berdandan dan sejenisnya. Tapi ketika aku dan cermin bertemu, dan aku mengulum senyum depan cermin, aku bisa melihat sosok Bapak yang tersenyum juga di sana.

Sungguh beberapa bulan ini, aku merindukan sosok laki-laki yang mampu membuatku menjadi seorang putri raja. Aku rindu segala hal tentang dia. Tapi, aku tetap percaya beberapa saat kemudian. Aku akan bertemu dengan sosok itu dengan senyum asli yang mengembang. Bukan senyum yang dibuat-buat di depan cermin.

Aku percaya itu. Bintang gemintang di angkasa sana masih setia menunjukkan kerlipannya. Begitupun dengan Sang Rembulan yang tadinya berduka suatu saat akan tersenyum lagi. 

Cepat sembuh, Bapak....
Cepat sembuh pahlawanku.... 


Ini adalah 'Tulisan Pertama' saya yang dimuat di Koran Harian Fajar :)
Rasanya sungguh tak terkira .. Semoga bisa menginspirasi pembaca blogku sekalian, sekarang saya masih terus menulis, semoga tulisan selanjutnya bisa dimuat lagi :)


http://www.fajar.co.id/read-20121110183538-pahlawanku-pasti-pulang'#.UJ8VLF8rACI.facebook

2 komentar:

  1. luar biasa Inay, mauka juga bisa menulis begini. betul-betul cerita yang sangat inspiratif :')

    BalasHapus